Kamis, 09 Oktober 2008

Kisah Plempungan

Mengais Rezeki dari Selongsongan Peluru

foto: pitogoestin
LAPANGAN Plempungan di kawasan Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, sedari Kamis (9/10/2008) pagi kemarin sudah terlihat ramai. Ratusan orang berbadan tegap dan kekar dengan seragam loreng-loreng warna hijaunya tampak berdiri berjejer memanjang dengan senapan laras panjang di tangan. Sesekali terdengar aba-aba seorang komandan di depannya yang langsung disambut dengan teriakan saling bersahutan dari mereka. Mereka pun melanjutkannya dengan berlari sembari berbaris mengelilingi lapangan.
Di tepi lapangan, puluhan pasang mata memandang latihan militer para taruna Akademi Militer Magelang itu dengan sesekali berdecak kagum. Para pengendara sepeda motor yang melintasi kawasan itu pun rela berhenti sejenak untuk melihat latihan perang mereka. Beberapa kali terdengar suara tembakan beruntun dilepaskan ke arah gundukan tanah yang berdiri memanjang di sisi luar lapangan, dekat perkebunan.
“Maklum, paling nggak tiga kali setahun baru ada latihan,” kata Sandy (16), pemuda berparas tampan dan berambut cepak yang sedari awal menonton di pinggir lapangan.
Sementara itu, menjelang siang, dari kejauhan, tampak berbondong-bondong warga kampung sekitar mendatangi lapangan itu. Kedatangannya pun beragam, mulai dari laki dan perempuan, tua dan muda, bahkan anak-anak di bawah usia sekolah. Tentulah mereka tak sekedar meluangkan waktu kerjanya di sawah sebagai petani untuk melihat tontonan gratis dan menarik yang hampir pada waktunya bisa dinikmati di kawasan desa mereka. Terbukti, berbagai alat pertukangan hingga pertanian, semacam sabit, linggis, cetok, pisau, ember kecil, juga botol bekas minuman mineral dibawanya.
“Mau nyari selongsongan peluru untuk dijual,” sahut Ngudi (85), lelaki renta yang turut bergabung dalam rombongan warga itu.
Menurut Ngudi, kegiatan mencari ratusan, bahkan ribuan selongsongan peluru yang telah dimuntahkan para taruna dalam latihan perang itu sudah biasa mereka lakukan. Bahkan ada koordinasi antara pihak Akmil dengan perangkat desa setempat. Warga setempat mengakui, mereka diizinkan untuk mencari selongsongan peluru yang berupa timah dan kuningan yang terpendam di dalam gundukan tanah itu sekaligus ditugasi untuk merapikan kembali tanah yang sempat longsor akibat untuk latihan itu. Selongsongan peluru itu mereka jual sekitar seharga Rp 17.000 per kilogramnya.
“Ada lho, yang pernah dapat Rp 12 juta,” imbuh Ngudi berbinar.
Hingga kemudian, aba-aba komandan pun menandai berakhirnya latihan itu. Dengan aba-aba sekenanya pula, warga yang sudah siap di tepi lapangan langsung berlari menuju ke arah gundukan, memburu selongsongan peluru demi rupiah.
Tak ketinggalan anak-anak kecil yang ikut mengaduk-aduk tanah hingga lumayan dalam dengan potongan bambu atau kayu. Semangat mereka pun tak kalah dengan kakak-kakak, bahkan ibu dan ayah mereka yang berupaya mendulang rupiah.
“Lumayan, buat ditabung,” aku Aan (11), bocah kelas V sekolah dasar itu sambil tersenyum. Dia memperlihatkan beberapa potong besi kuningan di dalam botol bekas minuman mineral yang diperkirakan bisa membawa pulang selembar Rp 100.000.
“Buat jajan saja,” timpal Nurul (10), adik kelasnya mantap. (PITO AGUSTIN RUDIANA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar