Mengais Rezeki dari Selongsongan Peluru
foto: pitogoestin |
LAPANGAN
Plempungan di kawasan Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, sedari
Kamis (9/10/2008) pagi kemarin sudah terlihat ramai. Ratusan orang berbadan
tegap dan kekar dengan seragam loreng-loreng warna hijaunya tampak
berdiri berjejer memanjang dengan senapan laras panjang di tangan.
Sesekali terdengar aba-aba seorang komandan di depannya yang langsung
disambut dengan teriakan saling bersahutan dari mereka. Mereka pun
melanjutkannya dengan berlari sembari berbaris mengelilingi lapangan.
Di
tepi lapangan, puluhan pasang mata memandang latihan militer para
taruna Akademi Militer Magelang itu dengan sesekali berdecak kagum. Para
pengendara sepeda motor yang melintasi kawasan itu pun rela berhenti
sejenak untuk melihat latihan perang mereka. Beberapa kali terdengar
suara tembakan beruntun dilepaskan ke arah gundukan tanah yang berdiri
memanjang di sisi luar lapangan, dekat perkebunan.
“Maklum,
paling nggak tiga kali setahun baru ada latihan,” kata Sandy (16),
pemuda berparas tampan dan berambut cepak yang sedari awal menonton di
pinggir lapangan.
Sementara
itu, menjelang siang, dari kejauhan, tampak berbondong-bondong warga
kampung sekitar mendatangi lapangan itu. Kedatangannya pun beragam,
mulai dari laki dan perempuan, tua dan muda, bahkan anak-anak di bawah
usia sekolah. Tentulah mereka tak sekedar meluangkan waktu kerjanya di
sawah sebagai petani untuk melihat tontonan gratis dan menarik yang
hampir pada waktunya bisa dinikmati di kawasan desa mereka. Terbukti,
berbagai alat pertukangan hingga pertanian, semacam sabit, linggis,
cetok, pisau, ember kecil, juga botol bekas minuman mineral dibawanya.
“Mau nyari selongsongan peluru untuk dijual,” sahut Ngudi (85), lelaki renta yang turut bergabung dalam rombongan warga itu.
Menurut
Ngudi, kegiatan mencari ratusan, bahkan ribuan selongsongan peluru yang
telah dimuntahkan para taruna dalam latihan perang itu sudah biasa
mereka lakukan. Bahkan ada koordinasi antara pihak Akmil dengan
perangkat desa setempat. Warga setempat mengakui, mereka diizinkan untuk
mencari selongsongan peluru yang berupa timah dan kuningan yang
terpendam di dalam gundukan tanah itu sekaligus ditugasi untuk merapikan
kembali tanah yang sempat longsor akibat untuk latihan itu.
Selongsongan peluru itu mereka jual sekitar seharga Rp 17.000 per
kilogramnya.
“Ada lho, yang pernah dapat Rp 12 juta,” imbuh Ngudi berbinar.
Hingga
kemudian, aba-aba komandan pun menandai berakhirnya latihan itu. Dengan
aba-aba sekenanya pula, warga yang sudah siap di tepi lapangan langsung
berlari menuju ke arah gundukan, memburu selongsongan peluru demi
rupiah.
Tak
ketinggalan anak-anak kecil yang ikut mengaduk-aduk tanah hingga
lumayan dalam dengan potongan bambu atau kayu. Semangat mereka pun tak
kalah dengan kakak-kakak, bahkan ibu dan ayah mereka yang berupaya
mendulang rupiah.
“Lumayan,
buat ditabung,” aku Aan (11), bocah kelas V sekolah dasar itu sambil
tersenyum. Dia memperlihatkan beberapa potong besi kuningan di dalam
botol bekas minuman mineral yang diperkirakan bisa membawa pulang
selembar Rp 100.000.
“Buat jajan saja,” timpal Nurul (10), adik kelasnya mantap. (PITO AGUSTIN RUDIANA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar